“Dengan ini—sidang saya tutup!” tutup Ketua Dewan Parlemen sembari mengetok palunya sebagai tanda sidang istimewa yang berlangsung selama hampir dua jam, selesai.
Presiden Xavier dan Ketua Dewan Parlemen langsung bergegas menuju meja legal—sebuah tempat yang berada di samping mimbar pimpinan dewan, memiliki dua kursi berhadap-hadapan yang dipakai untuk mengesahkan Undang-Undang maupun keputusan pemerintah lainnya setelah melakukan sidang parlemen—baik yang biasa maupun istimewa.
Presiden Xavier menandatangani segel pemerintah eksekutif Keputusan Presiden Nomer 78A, sedangkan Ketua Dewan Parlemen yang ada di hadapannya sedang menandatangani segel parlemen Keputusan Presiden Nomer 78A, lalu dicap dengan stempel instansi masing-masing.
Setelah keduabelahpihak menandatangani segel masing-masing, mereka langsung menukar segel mereka untuk ditandatangani dan distempel lagi, prosedur stempel sudah selesai, dan diakhiri dengan jabat tangan sebagai tanda Keputusan Presiden Nomer 78A berlaku hukum tetap.
Seluruh hadirin berdiri dan menyambutnya dengan tepuk tangan yang begitu riuh-rendah—berarti Rune-Midgard resmi memerangi Kekaisaran Galbadia dan negara-negara sekutunya, serta bergabung dalam negara-negara yang kontra dengan Galbadia—siapa lagi kalau bukan pihak Sekutu.
Semua stasiun televisi langsung mengganti topik beritanya—Sidang Istimewa Rune-Midgard—menjadi—Rune-Midgard Resmi Berperang, Darurat Militer untuk Rune-Midgard, atau berbagai macam judul yang topiknya tak jauh beda satu sama lain konteksnya.
“Lihat, semua orang-orang berjas yang mengatakan kalau diri mereka adalah wakil rakyat bertepuk tangan menyambut kehancuran umat manusia!” tunjuk seorang wartawan koran.
Rekannya, seorang kameramen stasiun televisi hanya bisa tersenyum sembari memfokuskan lensa kameranya ke arah ratusan anggota parlemen yang duduk mengelilingi tribun ketua dewan dan tribun Keppresidenan layaknya colosseum.
“Kadang kita harus membunuh orang lain untuk menyelamatkan hidup kita sendiri kawan, realistislah, memang itulah fakta yang ada.” Seloroh sang kameramen.
=== THE STRADS : EPISODE DELAPAN, DIMULAI ===
BLANC PALAIS
LOIRE
REPUBLIK PENDUDUKAN ESTHAR
Kaisar Vincent Deling dan didampingi Permainsuri Wihelmina, dan Jendral Manstein, sedang asyik bercengkrama dengan Gubernur Jendral Fillipe Troit—boneka kesayangan sang kaisar yang ditunjuk untuk memimpin pemerintahan pendudukan di Esthar—dalam kunjungan resminya.
Sang Gubernur Jendral beserta istri, begitu asyik berbincang mengenai acara penyambutan kunjungan resmi Kaisar Vincent Deling dan Permainsuri WilheMina ke Loire yang barusan begitu gemerlap dan penuh dengan gegap gempita.
Permainsuri Wihelmina tak menyangka sambutan dari rakyat Esthar begitu meriahnya.
Tak hanya defile dari prajurit Angkatan Bersenjata Republik Esthar dan Korps Esthar Angkatan Bersenjata Kekaisaran Galbadia yang menyambut kedatangan kaisar dan permainsuri mereka, tapi juga barisan anak-anak TK turut berbaris-baris menyambut penguasa mereka sembari melambai-lambaikan bendera Kekaisaran Galbadia dan Republik—Pendudukan—Esthar sembari berteriak—Panjang Umur Yang Mulia Kaisar, Panjang Umur Yang Mulia Permainsuri—dengan wajah polos mereka.
Gubernur Jendral Troit memang pintar melakukan pengkaderisasi dan penanaman ideologi cinta penjajah kepada rakyat Esthar semenjak mereka masih lugu dan menggemaskan lewat permainan cantik para kader-kader Galbadia miliknya.
“Apakah mereka tak capek harus berbaris sepanjang itu?.. Mereka kan masih kecil!” tanya Permainsuri khawatir.
“Demi idola mereka, Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia Permainsuri—mereka rela berbaris sepanjang itu, bahkan dengan suka hati!” jawab Gubernur Jendral Troit mantap.
Jendral Manstein bisa melihat Kaisar Vincent Deling tersenyum bahagia ketika melihat sang permainsuri begitu bahagia dalam kunjungan resmi mereka ke tanah jajahan terbesar mereka, ia begitu tahu—Permainsuri Wihelmina adalah segalanya di mata Kaisar Vincent Deling.
*****
Ketika mereka sedang asyik bersantai, tiba-tiba ajudan Jendral Manstein bergegas mendekati sang jendral, sang ajudan dengan wajah tegang memberi hormat kepada sang jendral dan orang-orang penting lainnya dan mendekati telinga kanan sang jendral.
Kaisar dan Gubernur Jendral Troit terdiam melihat Jendral Manstein dan ajudannya yang sedang asyik bisik-bisikan.
Setelah sang ajudan selesai memberi kabar, ia langsung pamit permisi meninggalkan sang panglima, Kaisar, dan Gubernur Jendral.
Kaisar memandangi Jendral Manstein dengan tatapan penasaran, Jendral Manstein terlihat sedikit grogi ketika sang kaisar bertemu pandang dengannya, “Ada apa, Perdana Mentri?” tanya Kaisar.
Jendral Manstein memandangi Permainsuri Wihelmina yang sedang berbincang-bincang dengan penuh semangat bersama istri Gubernur Troit, “Maaf, Yang Mulia. Lebih baik kita bicara di tempat yang lebih tenang lagi.” “Baik.” Jawab Kaisar yang juga ikut memandangi sang permainsuri.
“Bagaimana kalau kita membicarakannya di ruang kerja saya?” ujar Gubernur Jendral Troit menawarkan.
Kaisar mengangguk, “Bagus, ayo.” Ajak Kaisar Vincent Deling.
*****
“Apa?! Secepat itukah mereka?!” Gubernur Troit kaget ketika mendengar berita dari Jendral Manstein—yang dibisikkan oleh ajudannya.
“Lalu bagaimana perkembangan di kawasan perbatasan?” tanya Kaisar.
“Saya tidak tahu, Yang Mulia. Tapi saya sudah mempersiapkan ini sebelumnya. Yang pasti baku-tembak antara kedua belah pihak sudah terjadi.” Jawab Jendral Manstein.
“Seperti yang sudah kita duga—Rune-Midgard punya kepentingan besar di Hazrabiah.” Gumam Kaisar Vincent Deling sembari memandangi jendela luar, “Berapa lama mereka bisa bertahan?”
“Menurut analisa Abwehr, Rune-Midgard dan Sekutu hanya bisa pertempur dengan persediaan bahanbakar mereka selama satu-setengah tahun.” Jawab Jendal Manstein.
“Kalau begitu—kita harus bisa bertahan selama itu.” Ujar Gubernur Troit.
“Lalu—bagaimana dengan isu internal mereka?” tanya Kaisar—ia menanyakan kisruh kalangan istana Kesultanan Hazrabiah.
“Untuk memperkokoh posisi Sultan Salim—pihak kesultanan dengan dibantu Korps Hazrabiah yang dipimpin oleh Yang Mulia Pangeran Jahn Kohler—terus memburu dan menghancurkan kantong-kantong loyalis Sultan Hamid.”
Kaisar Vincent Deling mengangguk mengerti, “Bagus.” Pujinya, “Pertahankan terus—usahakan kawasan Hazrabiah masih di tangan kita—Hazrabiah adalah titik penentuan kita!” desaknya.
“Baik, Yang Mulia!” jawab Jendral Manstein mantap.
*****
“—Seperti yang bisa pemirsa lihat di bawah sana, ratusan kapal perang milik Angkatan Laut Republik Rune-Midgard yang tergabung dalam element Armada ke-5, 6, 7, dan ke-8 sudah melakukan patroli dengan siaga penuh bersama Angkatan Laut Kesultanan Hazrabiah di wilayah perairan Hazrabiah.—“
“—Dan menurut koresponden kita di Markas Besar Angkatan Bersenjata Rune-Midgard, Jendral Halberdier sedang melaksanakan penyerahan simbolis Keppres Nomer 78A kepada Komandan MEU-I yang akan memimpin elemen Marinir dan Angkatan Laut, yang dipercaya oleh Pemerintah Rune-Midgard untuk sebagai elemen pionir pendaratan pertama kekuatan militer Rune-Midgard di Hazrabiah.—”
Permainsuri Wihelmina dan Nyonya Troit bisa melihat rekaman koresponden yang ikut merekam upacara penyerahan mandat komando kepada Jendral James Gary Gavin—jendral bintang empat dari Korps Marinir Rune-Midgard—secara simbolis—menyerahkan gulungan Keppres Nomer 78A—sebagai pengangkata sang jendral sebagai Panglima MEF-I—Korps Marinir yang bertugas di kawasan Hazrabiah.
Nyonya Troit bisa melihat Permainsuri Wihelmina tertegun ketika melihat berita di televisi, merasa tidak enak hati—Nyonya Troit langsung mengganti stasiun televisi lainnya untuk mencari sesuatu yang lebih layak ditonton untuk sang permainsuri.
“—Pemirsa, kali ini saya berada di atas kapal MSS Vermillion-V, salahsatu dari sepuluh kapal perang jenis Flagship milik Angkatan Laut Rune-Midgard, yang akan memimpin armada tempur Rune-Midgard yang tergabung dalam MEF-I menyerbu dan menguasai kawasan pantai Hazrabiah nantinya!—“
Berita tentang persiapan penyerbuan MEF-I ke garis pantai Hazrabiah—Nyonya Troit kembali menggandi salurannya.
“—MEF adalah kepanjangan dari Midgard Expeditionary Forces, MEF adalah satu kesatuan militer yang dimiliki Rune-Midgard dari berbagai matra—Darat, Laut, Udara, dan Marinir—Satu MEF terdiri dari empat angkatan bersenjata yang diwakili oleh satu kekuatan setingkat divisi.—“
“—MEF hanya beraksi ketika peperangan pecah, dan menurut sumber, MEF milik Rune-Midgard ada empat, MEF-I, MEF-II, MEF-III, dan MEF-IV. Dan—pada Perang Estharian Kedua inilah tercatat sebagai implementasi pertama kekuatan MEF tersebut!—“
Berita tentang perang lagi.
“—Kondisi di Hazrabiah sendiri, keadaan mulai menegang, di setiap sudut kota dan jalan-jalan besar sudah bersiap-siap kendaraan tempur dan tank, dan tak lupa artileri pertahanan udara juga dipersiapkan untuk menghadapi serangan udara dari pihak Sekutu.—“
Ganti lagi—tapi kali ini saluran kali ini lebih mengerikan, reportase mengenai kondisi Al-Jabr, salahsatu dari enam kota besar di Hazrabiah yang berada di kawasan garis pantai Hazrabiah yang sedang dibombardir oleh pesawat-pesawat tempur MEF-I.
Nyonya Troit ingin mengganti saluran tersebut—namun tangan lembut Permainsuri Wihelmina menyentuh tangan kanannya sebagai tanda untuk jangan mengganti saluran televisi lagi.
Nyonya Troit hanya bisa memandangi dengan khawatir Permainsuri Wihelmina yang menyimak baik-baik kekacauan di garis depan.
“—Pemirsa, kali ini kami—“ reporter dan kameramen Galbadia TV langsung meringkuk ketika mendengar suara ledakan bom yang tak jauh dari posisi mereka meliput, ketika ledakan itu selesai, mereka bangkit lagi, “—Kali ini kami meliput pertempuran di Al-Jabr! Pahlawan-pahlawan kita sedang berusaha mati-matian membendung serangan udara pertama militer Rune-Midgard!—“
Sang kameramen memperbesar sorotan kameranya ke sebuah kompleks apartemen yang baru saja dibom oleh salahsatu pesawat tempur MEF-I, mengerikan—kobaran api menjulang begitu tinggi disertai dengan gumpalan asap hitam pekat.
Suara dentuman artileri anti-pesawat dan desingan roket serta rudal anti-pesawat menjadi efek pendukung laporan berita siaran langsung wartawan tersebut.
“Mari kita berdoa! Agar para pasukan kapitalis itu gagal untuk menginjakkan kakinya di wilayah Kesultanan Hazrabiah—AARGH!!” tiba-tiba saluran siaran langsung itu terputus ketika terlihat kilatan kecil dan suara dentuman yang terpotong.
“—Joachim! Joachim!—“ panggil pembawa berita kepada si wartawan naas itu, “—Mohon maaf, atas kejadian barusan, pemirsa—Berita selanjutnya—“
“Saya berharap—semuanya cepat-cepat berakhir.” Ujar Permainsuri Wihelmina.
Nyonya Troit mencoba menghibur sang permainsuri, “Ya, Yang Mulia! Saya pun berharap yang sama dengan anda!”
*****
Sang Kolonel membutuhkan hiburan dari sekedar serunya Rune-Midgard yang sedang membombardir kawasan pantai Hazrabiah dan demo anti-perang yang dipekikkan oleh para aktivis kemanusiaan di depan Gedung Strife dan Gedung Lockheart yang menjadi lambang kekuasaan negara.
Akhirnya, setelah bergonta-ganti saluran televisi, ia menemukan berita yang—sedikit—mengibur, berita ekonomi, tetapi setidaknya tidak menyuguhkan barisan prajurit dari yang tergabung dalam satuan MEF-I—yang bersiap dicabut nyawanya di padang pasir nanti.
Ia bisa melihat Mentri Ekonomi dan Perdagangan sedang sibuk berbicara di atas mimbar dengan anggota parlemen dan beberapa pengusaha besar, Komandan Piccard tahu para pengusaha besar itu, mereka adalah pengusaha lokal yang berkecimpung dalam proyek-proyek energi baik di dalam maupun di luar negri.
Bantuan Ekonomi Ala Keppres No. 78A—itulah judul berita yang tertulis di bawah layar televisinya.
Dalam rangka mengantisipasi krisis energi yang akan mengancam rakyat Rune-Midgard akibat pecahnya perang di Hazrabiah, maka pemerintah melakukan manuver kebijakan yang radikal, dengan memberikan bantuan dana pembangunan proyek eksplorasi dan pengeboran migas di dalam negri.
Pemerintah Rune-Midgard akan menyiapkan dana hampir satu setengah triliyun gil—mata uang Rune-Midgard—untuk membantu empat perusahaan migas swasta yang melakukan eksplorasi dan pengeboran di beberapa negara bagian di Rune-Midgard dan termasuk Wu-Tai, dengan konsep pembagian 50-50.
Direktur Utama Shin Energy Corporation, Michael James Shin, menyatakan mendukung kebijakan bantuan proyek migas yang ditawarkan oleh pemerintah Rune-Midgard, Dirut Shin menghimbau kepada rekan sesama pengusaha migas di dalam dan luar negri untuk mendukung kebijakan ini.
“—Karena ini menyangkut kepentingan energi Rune-Midgard!—” ujar Dirut Shin.
Ditanya mengenai megaproyek energi alternatif yang dilakukan oleh Shin Energy, Dirut Shin menolak untuk berbicara.
Megaproyek yang dilakukan oleh Shin Energy adalah mencari sumber energi alternatif yang bisa diperbaharui untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan konsumsi dunia terhadap bahanbakar fosil seperti minyak bumi, gas, dan batu bara.
*****
Seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya, Komandan Piccard langsung bangkit dari tidurannya di atas sofa kulitnya.
Staff kantornya berdiri di depan pintu sembari memegang amplop coklat, “Pak, mereka sudah ada di Ruang 15.” Ujar staff kantornya sembari menyerahkan amplop coklat kepada Komandan Piccard.
“Terima kasih.” Jawab Komandan Piccard sembari menyunggingkan kumis menggemaskan para wanita miliknya.
Komandan Piccard kembali duduk di meja kerjanya, membuka segel, dan membaca taklimat dengan penuh ketekunan.
Setelah membacanya, Komandan Piccard melihat arlojinya—waktu menunjukkan pukul tiga sore, sedangkan waktu taklimatnya pukul empat sore—masih lama, ia pun melanjutnya kegiatan bermalas-malasannya.
*****
Hampir setengah jam Strad mengitari Gedung Wallace, sebuah gedung yang menampung belasan berbagai perusahaan yang berkantor di sana, berkumpul di Gedung Wallace pukul setengah tiga sore dan tunggu panggilan dengan kata Locomotive Company, resepsionis akan mengumumkan di mana anda harus datangi—itulah petunjuk yang diberikan kepadanya.
Sekedar iseng, ia datang ke Gedung Wallace lebih cepat untuk bisa menikmati masa santainya—sudah lama sekali ia tidak melihat suasana kehidupan di Rune-Midgard yang perubahannya semakin pesat.
“Ya, ampun! Sudah dua batang saja!” ujar Strad yang jadi tersiksa ketika melihat isi dari bungkus marlboro menthol-nya.
Kepalanya terus berputar-putar, mencari papan petunjuk kafetaria, karena hampir semua daerah gedung perkantoran punya mesin penjual di kawasan kafetarianya.
Hanya belasan kursi dan layar beserta perangkat presentasi yang menemaninya.
”Hhh!!.. Susah sekali mencarinya!” gerutunya sembari menggaruk-garuk rambut hitamnya sampai kusut.
Tapi akhirnya, “Aha! Ketemu juga akhirnya!” Strad langsung berlari terbirit-birit menuju kafetaria.
*****
TING!
Mesin penjual menjatuhkan marlboro menthol ukuran enam belas batang dengan bungkus kotak, sebenarnya ia agak kecewa—karena ia lebih suka marlboro menthol yang memakai bungkusan biasa—lebih nendang rasanya.
Strad terhenyak ketika melihat seorang gadis berkacamata—lengkap dengan seragam kantoran dengan menggunakan blazer dan rok di bawah lutut sedikit—benar-benar wanita idamannya, sedang kebingungan.
Strad menyalakan sebatang rokok lagi, dan merapihkan jas abu-abu gelapnya, saatnya tebar pesona—ujar Strad sambil merapihkan rambutnya yang gondrong seperti semak belukar.
*****
Sudah daritadi Anne menunggu mesin penjual kopi mengeluarkan segelas kopi latte, tapi si mesin penjual itu benar-benar licik—uang satu setengah gil sudah dimasukkan, tapi kopi latte yang dijanjikan tidak kunjung datang.
“Aduh! Bagaimana ini??” tanya Anne panik.
“Hai!” sapa Strad.
“H—Hai!” balas Anne yang tersentak kaget melihat Strad tiba-tiba muncul dari sampingnya.
“Kenapa? Ada masalah?” tanya Strad.
“Begitulah! Daritadi saya menunggu kopi latte-nya—tapi tidak keluar-keluar juga!” jawab Anne kesal.
“Tapi kau sudah membayarnya, kan?” tanya Strad curiga.
Anne salah tingkah, “Maaf! Tentu saya sudah membayarnya!” jawab Anne risih.
Strad tertawa iseng, “Maaf—hanya bercanda!” candanya, “Bisa minta tempatnya sedikit?”
Anne pun menyingkirkan dirinya, melihat Strad yang sedang memandangi mesin penjual itu dengan seksama.
“Tak kusangka—ternyata ada juga mesin yang tidak jujur.” Seloroh Strad.
Tiba-tiba Strad menggedor mesin penjual yang tak berfungsi itu dengan kerasnya, sampai-sampai orang-orang yang sedang makan di kafetaria memandangi Anne dan Strad—tapi cara radikal Strad membuahkan hasil, segelas latte langsung jatuh dari dalam mesin penjual.
“Ini.” Strad memberi latte hangat itu kepada Anne.
“Terima kasih!”
Strad memandangi sekumpulan kutu buku memandanginya dengan tatapan risih.
“Apa ada masalah denganku?!” tanya Strad dengan nada keras.
Kumpulan kutu buku itu langsung salah tingkah dan mengacuhkan Strad.
Tanpa banyak omong, Strad langsung ke pokok permasalahan—“Boleh kenalan?” sambil mengulurkan tangan kanannya.
Anne langsung menjabat tangan kanan Strad, “ Hai! Nama saya Anne!”
Strad tertawa kecil ketika mendengar nama Anne, Anne pun terheran-heran, “Kenapa?”
Strad menahan tawanya, “Ah, tidak! Aku jadi teringat nama rekan kerjaku. Oh ya! Namaku—Err—Alex!” balas Strad.
“Senang berkenalan denganmu, Alex!” balas Anne.
“Senang berkenalan denganmu juga, Anne!” balasnya lagi, “Ngomong-ngomong—kerja di sini?”
Anne menggeleng, “Bu—Bukan! Saya ditugaskan untuk datang ke sini! Biasa—urusan kantor!” jawabnya.
Strad mengangguk, “Persis sekali denganku, bukan pegawai di sini, ditugaskan untuk datang ke mari, dan—urusan kantor juga!” timpalnya.
—Perhatian-perhatian! Kepada karyawan Locomotive Company! Diharapkan untuk segera berkumpul di Lantai 20 di Ruang 15! Terima kasih!—
Locomotive Company!—“Ah! Itu panggilan untukku! Oh ya! Bagaimana aku traktir makan malam di sini?! Kira-kira jam enam! Bagaimana?!”
Anne mengangguk, “Sepertinya keren!”
“Keren sekali, Anne! Sampai nanti jam enam di sini!” ujar Strad yang bergegas pamit meninggalkan Anne.
“—Perhatian-perhatian! Kepada para karyawan Sora and Rikku Brothers! Harap untuk segera berkumpul di Lantai 15 Ruang 7! Terima kasih!—
“Itu panggilan untukku!” Anne langsung bergegas menuju tempat yang disebutkan.
TOK! TOK! TOK!
“Ya! Masuk!” jawab Komandan Piccard yang sedang asyik menonton televisi.
Anne mengeluarkan kepalanya dari celah pintu, “Permisi, Pak!”
“Ah! Seperti biasa—kau yang paling datang lebih dahulu.” Sambut Komandan Piccard, “Duduk saja di situ!” tunjuk Komandan Piccard ke sebuah sofa yang lumayan panjang.
Anne pun duduk di atas sofa, “Ijin untuk bertanya, Pak!”
“Ya?” jawab Komandan Piccard.
“Anu—kenapa kita tidak berkumpul di kantor biasa?”
“Demi keamanan dan kerahasiaan, kita berganti tempat.” Jawab Komandan Piccard, “—dan juga kantor yang lama terlalu sempit untuk empat orang!” tambahnya.
Anne bingung, “Empat orang, Pak?”
Sebelum dijawab, terdengar suara ketukan pintu.
“Ah! Ada yang datang lagi!” ujar Komandan Piccard senang, “Masuk!”
KRIETT!
Bunyi suara pintu ruang taklimat yang terbuka, Strad terkejut melihat seseorang yang sepantaran dia sudah ada di dalam ruangan—sedang duduk di bangku paling pojok, sedang memandangi pemandangan di luar jendela.
“Ooh! Ternyata ada yang lain juga yang dipanggil ke sini.” Ujar Strad.
*****
Strad yang baru saja sedang menikmati pemandangan, langsung memalingkan wajahnya yang dingin itu kepada pria perokok berat yang datang setelahnya—ia tak berkomentar apa-apa soal si perokok yang berjalan dan duduk di bangku yang dekat dengan papan tulis.
Si perokok itu memalingkan wajahnya ke arahnya, “Dipanggil juga?” tanya si perokok dengan nada suaranya yang tak jelas karena sambil menyempal bibirnya dengan sebatang rokok yang baru lagi.
Strad tak menjawabnya, melihat pemandangan di luar gedung lebih menarik ketimbang meladenin pertanyaan orang itu.
Orang itu sepertinya tidak mau kehilangan akal, “Baru saja datang?” ia berusaha membuatnya bicara.
Lagi-lagi, tak ada jawaban untuk orang itu—sehingga membuatnya tersenyum kecut dan menggeleng-gelengkan kepala.
“Terseralah!” ujarnya pasrah.
TOK!TOK!
Beberapa saat kemudian seseorang masuk ke dalam ruang taklimat juga.
”Permisi!..” sapa seorang pria berambut keperakan, ada yang membuat Strad tertarik—mata kirinya bewarna merah sendiri!
Pria bermata aneh itu tersenyum sopan kepada dirinya dan orang yang lebih suka mojok dan memandangi pemandangan di luar jendela, bahkan sangking sopannya—ia berjalan menuju deretan depan sembari membukukkan badannya dengan wajah segan.
Orang kedua kali ini terlihat bersahabat, Strad pun tak segan untuk menyapanya, ia yakin sekali, kalau yang ini bisa diajak bersama-sama membunuh waktu.
“Hey! Kau juga dipanggil untuk berkumpul disini, yah?” tebak Strad.
Pria berambut perak itu mengangguk, ”Begitulah!” jawabnya ramah.
*****
Strad mengerutkan dahinya, orang yang menyapanya itu seperti orang yang terbakar—seluruh tubuhnya penuh dengan asap rokok, dan ia kurang suka dengan seorang perokok.
“M—Maaf! Bisakah anda mematikan rokoknya? Di ruangan tertutup seperti ini sebenarnya dilarang untuk merokok!” pinta Strad sembari mengibas-ngibas tangannya—mengusir kepulan asap rokok yang mencoba masuk ke dalam paru-parunya.
Si manusia lokomotif itu melongo dan memandangi batang rokoknya yang menyala itu dengan polos, “Ah! Bersabarlah sedikit—tinggal setengah batang lagi, kok!” jawabnya.
“Terima kasih!” jawab Strad.
*****
Akhirnya batang rokok yang ia sesap habis juga, ia langsung memungutnya dan menggesek-gesekkannya ke alas sepatunya sebelum dilempar ke tong sampah yang ada di samping pintu, tapi sayangnya—lemparannya tidak masuk ke dalam lubang, hanya memantul di bibirnya dan tergeletak tak berdaya di lantai.
“Maaf, apakah anda tidak bisa membuangnya dengan baik?” tegur si mata aneh itu.
Menyebalkan sekali—gumam Strad sembari menggaruk-garuk rambutnya, “Biarkanlah, supaya petugas kebersihan di sini ada kerjaan!” jawabnya seenaknya.
Si rambut perak itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Ah! Ngomong-ngomong—siapa namamu?” tanya Strad.
“Namaku—John!” jawab si rambut perak dan mata aneh, “Anda sendiri?”
“Panggil saja Mike!” jawabnya.
BRAK!
Suara gagang pintu yang dibuka dengan kasarnya, mereka bertiga berpaling ke arah pintu itu.
Ternyata bukan Komandan Piccard yang menyuruh mereka berkumpul di ruang taklimat nomer 15 itu yang datang, tapi seseorang berkacamata bundar, bermata dan berambut oranye dengan tatapan kesal.
”Huh! Susah sekali mencari ruangan sialan ini!” gerutunya.
Ketiga Strad yang sudah ada lebih dulu di ruang tunggu memandangi Strad yang terus mengomel, ia pun duduk di kursi tengah, menyila tangan, dan menekuk wajahnya.
Strad memberanikan diri untuk bertanya ke si rambut oranye itu, ”Hey, kawan!” sapa Strad.
Si rambut jeruk itu langsung mendelik seram kearah Strad, si manusia lokomotif sampai tercekat dibuatnya.
“Apa?” Tanya si rambut oranye itu sinis.
“Wow! Santai sedikit, kawan!” ujar Strad, “Aku hanya ingin bertanya—kau dipanggil juga ke sini seperti yang lainnya?” Tanya Strad sembari memalingkan pandangannya ke arah si rambut perak dan si tukang mojok.
Si kacamata itu memandangi Strad dan kedua orang yang sudah datang lebih dulu darinya, “Hmmm!.. Aku sangka hanya aku saja yang dipanggil ke sini.” Gumam si kacamata sembari membenarkan alat bantu bacanya itu.
Strad pun menggaruk-garuk kepalanya sembari menerawang, “Ngomong-ngomong—aku jadi penasaran.” Gumamnya, “Apa yang membuat kita berempat ini berkumpul di sini—pasti ada kesamaan hal!”
“Bisa jadi.” Jawab si kacamata, “—karena mustahil ada sesuatu yang dikumpulkan tanpa ada kesamaan yang dilihat.” Timpalnya.
Strad tiba-tiba mendapatkan ilham, ia langsung melontarkan pertanyaan kepada orang-orang yang ada di dalam ruangan tersebut, “Kalian bekerja di mana?”
Ketiga orang itu mulai bereaksi ketika mendengar pertanyaan dari Strad.
Si pendiam yang suka mojok itu lebih suka kembali memandangi pemandangan ketimbang meladeni reaksi spontannya.
Si mata aneh itu terlihat salah tingkah—menggaruk-garuk kepalanya dan mengalihkan pandangan begitu lama sebelum berkata, “Maaf, saya tidak bisa menjawabnya!” tolaknya halus.
Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan si rambut perak, si rambut oranye itu dengan lantangnya menjawab, “Bukan urusanmu!”
Strad tersenyum penuh arti, “Seperti apa yang aku prediksikan—ada yang kalian sembunyikan dariku.” Ujarnya terkekeh.
Si kacamata mencoba mengendalikan dirinya yang mulai memperhatikan tingkah-laku orang yang sedang menyembunyikan sesuatu, ia pun melakukan serangan balasan, “Lalu bagaimana denganmu sendiri? Kau sendiri bekerja di mana?”
Strad pun tersentak, ia tak menyangka pertanyaannya itu secepat itu dibalikkan oleh si kacamata bermimik sinis itu, ia pun melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh orang-orang yang sedang menyembunyikan sesuatu.
Tiba-tiba keadaan yang mulai memanas itu akhirnya dipecahkan oleh, “Itu benar—kalian menyembunyikan sesuatu, karena kalian memang mematuhi perintah yang sama—merahasiakan jati diri kalian yang sebenarnya!”
Keempat Strad itu langsung memalingkan pandangan mereka ke Komandan Piccard yang tak mereka sadari sedang membuka pintu ruangan tersebut, ketika ia masuk ke dalam ruangan, ada empat orang lagi—dua wanita dan satu pria—menyusul masuk ke dalam ruangan.
Komandan Piccard pun menyilakan tiga orang itu untuk duduk di tempat duduk yang mereka inginkan.
Strad terhenyak ketika melihat orang yang ia kenal juga ikut hadir dalam acara ini, “A—Anne?” tanya Strad tak percaya.
Anne pun terhenyak ketika melihat orang yang baru ia kenal dan mengajaknya makan malam nanti juga hadir di ruangan tersebut, “John??”
Strad penuh semangat langsung menggeserkan kursi di sampingnya dan menyilakan Anne untuk duduk, “Di sini saja!” tunjuk Strad yang penuh semangat.
Oh ya, hampir saja terlupakan—dua orang lainnya pun duduk di bangku yang mereka pilih, dua orang itu adalah seorang wanita dan seorang pria—yang wanita rambutnya pirang bergelombang dengan wajah mirip bangsa-bangsa yang tinggal di kawasan Mediterannia, dan yang satu lagi berambut hitam serta dicukur ala tentara, ciri-ciri wajahnya mirip bangsa Asia Timur.
“Bagaimana kabar kalian, Strad?” sapa Komandan Piccard.
Keempat Strad itu langsung menjawab spontan, “Baik!”
Mereka pun saling berpandangan satu sama lain dengan wajah terheran-heran.
“Hmm!.. Pantas saja kita dikumpulkan di sini.” Ujar Strad perokok.
“Kita bekerja dalam dan untuk yang sama.” Timpal Strad berambut perak.
”Benar-benar mengejutkan, heh?” tanya Komandan Piccard, “Wajar saja—karena baru kali ini kalian disatukan kembali!”
Komandan Piccard mengusap-usap kedua tangannya dengan cepat—ia terlihat begitu bersemangat melihat ketujuh orang-orang terpilih yang akan bergabung dalam operasi di Hazrabiah nanti.
“Nama Strad kalian sekarang sudah tidak perlu dipakai lagi, kalian sudah diijinkan untuk memakai nama kalian masing-masing—kuharap kalian masih ingat nama asli kalian masing-masing.” Ujar Komandan Piccard.
Keempat Strad itu mengangguk paham.
“Ya, walau itu juga bukan—benar-benar—nama yang sebenarnya.” Seloroh Strad dengan suara kecil.
“Di pojok sana—namanya adalah Collosus! Kuharap dengan sering bersama dengan yang lain, sikap dinginmu bisa sedikit mencair.” tunjuk Komandan Piccard kepada Strad yang duduk di pojok ruangan, ia memandangi tujuh orang disekitarnya dengan mengangguk—ia terlalu malas untuk mengatakan—senang berkenalan dengan kalian.
“Dan di sana—namanya adalah Oisty! Kuharap dengan pengetahuanmu yang segudang itu bisa membantu dalam setiap tugas kita nantinya, oh ya, aku harap sikap antisosialmu bisa sedikit bisa berkurang di tim ini!” tunjuk Komandan Piccard kepada Strad berkacamata dan berambut jingga.
Oisty hanya berdecit dan mengatakan, “Kita lihat saja nanti!” jawabnya sinis.
“Di sana—namanya adalah Lamou! Aku harap sikap lembut dan pembawaanmu yang begitu dewasa bisa menularkan ke ketiga orang-orang ini!” tunjuk Komandan Piccard.
Ketiga Strad itu gelisah ketika melihat tatapan menyindir Komandan Piccard, seolah-olah mereka adalah sekumpulan bocah-bocah bengal.
“Terima kasih! Akan saya usahakan!” jawab Lamou, “Kawan-kawan. Senang berkenalan dengan kalian semua!” sapa Lamou ramah.
“Dan yang terakhir—“
“Namaku Ames—senang berkenalan dengan kalian. Mudah-mudahan kita semua bisa bekerjasama dengan baik!” potong Ames.
Komandan Piccard agak kurang senang ketika Ames memotong jatahnya, “Kau adalah Strad-Lead. Komandan tim lapangan nanti—karena kau memiliki pengalaman tempur yang lebih banyak daripada yang lainnya!” lanjutnya.
Ames terdiam beberapa saat ketika mendengar kalau dirinya diangkat menjadi komandan tim, persis seperti masa lalunya—menjadi komandan tim, walau gagal, namun ia mencoba menampik jauh-jauh masa lalunya, “Baiklah! Mudah-mudahan di dalam keluarga kecil ini—nasibku lebih baik.” Ujar Ames santai.
“Yang barusan saya sebutkan adalah tim lapangan dari satuan tugas ini—mereka bertugas langsung mengeksekusi perintah di lapangan—yang berada di garis depan—yang berhadapan langsung dengan masalah dan bisa saja—kematian.” Ujar Komandan Piccard.
“Baiklah—sekarang sudah saatnya aku untuk memperkenalkan anggota-anggota Ruang Komando yang baru!” umum Komandan Piccard.
“Yang di sebelah Ames—kalian sudah sering bertemu selama bertugas lewat suara.” Tunjuk Komandan Piccard.
Anne pun bangkit dari tempat duduknya, “Halo!” sapa Anne, “Akhirnya kita bisa bertemu muka.” Lanjutnya ramah.
Ames hanya bisa senyam-senyum sambil menggelengkan kepalanya, tak disangka, orang yang membuatnya jatuh hati ternyata adalah teman kerjanya selama ini—gumamnya dalam hati.
“Berhubung keadaan di Hazrabiah semakin memanas, maka kita membutuhkan tambahan personel—dan dua rekan kita yang baru ini akan bergabung dalam satuan tugas kita.” Tunjuk Komandan Piccard.
“Perkenalkan—Yolanda Ionasis, ia adalah salahsatu yang terbaik dari Divisi Intelijen Luar Negri-nya Junon.”
Yolanda Ionasis—wanita mediterannia berambut bergelombang pirang itu bangkit dari kursinya, “Kalian bisa memanggilnya Landa. Semoga bisa bekerjasama dengan kalian semua dengan baik.” Sapa Landa.
“Apabila aku sedang berhalangan—Landa akan mewakiliku sebagai Komando kedua.” Timpal Komandan Piccard, “dan selanjutnya—Jimmy Wong, ia adalah juniornya Anne, juga sama dengan Anne—yang terbaik dari Korps Sinyal dan Komunikasi militer kita.”
Jimmy Wong langsung bangkit dari tempat duduknya sembari malu-malu, dilihat dari ciri-ciri tubuhnya ia berada di sekitaran 18 tahunan, “Senang berkenalan dengan kalian!” sapanya.
“Jimmy akan membantu Anne dalam tugas pengoperasian sistem komunikasi dan radar.”
*****
“Baik! Langsung saja ke pokok pembicaraan kita disini!”
Ia memandangi ketujuh anakbuahnya yang duduk terpisah-pisah, lalu berkacak pinggang.
“Beberapa jam yang lalu, telah turun Keputusan Presiden Nomer 78A, dimana isinya adalah, Rune-Midgard menyatakan perang terhadap Kekaisaran Galbadia, bergabung dengan Sekutu, dan negara kita dinyatakan mengalami status darurat militer.
Ini dikarenakan Galbadia menduduki dan mendirikan kesultanan boneka di Hazrabiah yang dipimpin oleh Sultan Salim Al-Segaff setelah menggulingkan dan membasmi habis seluruh keluarga inti Sultan Hamid beserta para pendukungnya.
Kini—mayoritas energi dunia sudah berada di tangan Galbadia dan anak-anak buahnya, dan kita beserta negara-negara Sekutu hanya bisa bertahan dalam pertempuran ini selama tiga setengah tahun.”
“Sudah dengan menggunakan cadangan produksi energi dalam negri?” tanya Oisty.
“Sudah! Dan itu semua persediaan energi dalam negri sudah dikerahkan untuk kebutuhan energi sipil dan militer, pemerintah sudah melakukan langkah antisipatif untuk menghadapi hal yang terburuk—“ jawab Landa.
“Batas waktu kita untuk mampu berperang jadi memanjang.” Ujar Collosus.
“Benar sekali!” timpal Landa, “Pemerintah mengucurkan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek-proyek eksplorasi dan eksploitasi perusahaan-perusahaan energi dalam negri untuk menambah kapasitas energi.”
“Hmm! Kelihatannya aku harus mengunggah informasi terbaru.” Gumam Oisty.
“Kita juga mendapatkan informasi intelijen terbaru dari agen kita di Hazrabiah mengenai penggulingan kekuasaan tersebut.” Ujar Komandan Piccard, “Ada informasi bahwa masih ada keturunan Sultan Hamid yang masih selamat dari kudeta berdarah tersebut.”
“Lalu—siapa dia?” tanya Ames.
“Namanya Pangeran Yazid Al-Segaff, anak bungsu dari kelima putra dan putri Sultan Hamid yang dibantai oleh para loyalis Sultan Salim—dia benar-benar bocah yang beruntung karena lolos dalam kemelut tersebut.” Jawab Komandan Piccard.
“Lalu dimana Pangeran Yazid ini?” tanya Lamou.
“Kita kehilangan jejak Pangeran Yazid, pemerintah ingin melakukan operasi penyelamatan Pangeran Yazid dalam skala besar, namun karena kondisi kita harus berperang dengan Galbadia—mereka hanya bisa mengirimkan kita dalam tugas pencarian tersebut.”
“Berikan kami penjelasan yang lebih mendetail mengenai tugas ini, Komandan.” Pinta Collosus.
“Kita akan mencari Pangeran Yazid sampai ketemu—sendirian. Setelah kita berhasil menemukannya, kita akan melaporkan keberadaan pangeran tersebut untuk segera diselamatkan dan ditempatkan di tempat yang aman.”
“Kasihan Pangeran Yazid! Ia akan menjadi boneka Sekutu dalam menghadapi—pamannya yang menjadi boneka Galbadia?” seloroh Ames.
“Itulah bagian yang paling kubenci sebagai negara yang memiliki kepentingan asing di dalamnya—kalau kau belajar sejarah sedikit, nenek moyang mereka memang terlahir sebagai boneka—setelah minyak bumi pertama kali ditemukan oleh Ra Foundation!” timpal Oisty.
“Kapan kita akan—beraksi, Pak?” tanya Lamou.
“Secepatnya, Lamou!” jawab Komandan Piccard, “Tapi kalian harus menempuh latihan pengompakan dan penyesuaian untuk tugas kalian di Hazrabiah—kau pasti tahu bagaimana ganasnya Hazrabiah, Oisty?”
Oisty mendelik ke langit, “Oh, yeah! Gersang, panas, silau—ditambah dengan dua orang penerbang menyebalkan dan sekutu kita yang tiba-tiba berbalik jadi musuh kita.” Ujarnya kesal.
“Berapa lama?” tanya Ames.
“Aku berharap bisa secepatnya, Nak. Karena ini tergantung dengan seberapa cepat kalian bisa kompak satu sama lain nantinya.” Jawab Komandan Piccard. “Setidaknya akan lebih cepat, karena rekan kalian adalah orang Hazrabiah asli.”
Semuanya mengalihkan pandangan mereka, mengikuti pandangan Komandan Piccard—kepada Collosus yang memandangi mereka juga.
“Aku hanya ingatkan kepada kalian. Tugas kali ini—di Hazrabiah. Akan lebih berbahaya dan mematikan daripada misi sebelumnya. Ada resiko tidak ada bantuan untuk kalian apabila adalah masalah. Aku berharap kalian semua bisa bekerjasama dengan baik.” Ujar Komandan Piccard mewanti-wanti.
Semuanya saling berpandangan satu sama lain.
ISTANA AL-BAHAR
IBUKOTA SALIM-CITY
KESULTANAN HAZRABIAH
Iring-iringan rombongan Jendral Manstein yang baru saja melakukan inspeksi rahasia ke kawasan garis pantai Hazrabiah beberapa jam yang lalu, akhirnya sampai di halaman depan Istana Al-Bahar, istana dimana penguasa Kesultanan Hazrabiah, Sultan Salim dan para karib kerabatnya yang pro-sultan yang sekarang berada—Jendral Manstein menyempatkan diri karena ada agenda penting yang dititipkan oleh Kaisar Vincent Deling, dan titipan itu harus segera disampaikan oleh Sultan Salim.
Di dalam mobil BMW Series 7 yang sudah dimodifikasi untuk keperluan VIP dan warnanya diubat menjadi warna kemiliteran Galbadia, sang jendral tetap mengawasi perkembangan pertempuran di kawasan laut dan garis pantai Hazrabiah yang berhadapan langsung dengan Rune-Midgard.
Di laptop-nya ia bisa melihat pergerakan pasukan Korps Galbadia di sekitar kawasan pantai dengan simbol-simbol khusus yang menunjukkan jenis-jenis kekuatan militer apa yang ia lihat dan lengkap dengan nama-namanya.
“Sebagian besar MEF-I lebih banyak melakukan pertempuran laut dan udara, sehingga kita harus tetap menambah unsur-unsur angkatan laut dan udara dalam pertempuran di kawasan ini!” tunjuk seorang perwira menengah yang ia angkat menjadi perwira strateginya.
“Bagaimana dengan angkatan darat?” tanya Jendral Manstein.
“Semua pasukan angkatan darat yang ada di kawasan Hazrabiah masih dalam kondisi siaga—sesuai dengan perintah anda, mereka tidak akan langsung bergerak apabila pasukan marinir MEF-I berhasil mendarat di kawasan lepas pantai.”
“Tetap giatkan kekuatan sinyal-intelijen dan mata-mata di lapangan, untuk sekarang lebih fokuskan pada sistem pertahanan udara di kawasan non-garis pantai. Angkatan Udara Trabia bisa saja nekat melewati kawasan Ozratia.”
“Baik, Panglima!”
*****
“Yang Mulia. Jendral Manstein ingin bertemu dengan anda!” lapor seorang abdi istana kepada sang sultan.
Sultan Salim dan beberapa kerabatnya sedang sibuk menikmati acara pesta tari perut pribadi, wanita-wanit cantik dan bertubuh sintal dari berbagai kawasan Hazrabiah didatangkan untuk membuat sang sultan yang baru makin menikmati pesta pribadi atas naik tahtanya.
Sultan Salim yang sedang asyik menghisap sisha—langsung menghentikannya, dan bangkit dari tempat duduknya yang penuh dengan bantal rajutan sutra dan emas, keempat wanita penghibur yang mengapitnya dari segala arah langsung menyingkir pelan dari tubuh sang sultan.
Sultan Salim segera menyambut sekutu terkuatnya itu, “Jendral Manstein! Selamat datang di Al-Bahar!” sambut Sultan Salim.
Jendral Manstein membalas jabat tangan sang sultan, namun Sultan Salim bisa melihat mimik wajah sang panglima Galbadia itu—ia terlihat kurang begitu suka berhadapan dengannya, tapi—karena Galbadia adalah sekutu terkuatnya, ia mencoba membuat wajah sang panglima agak sedikit cerah.
“Kelihatannya pertempuran di kawasan pantai membuat anda jadi terlihat tegang dan murung, Jendral.“ ujar Sultan Salim, ”Mari—lepaskan penat itu bersama kami semua!” ajak Sultan Salim sembari menunjukkan gemerlap dan bergairahnya pesta pribadinya.
“Maaf, lain waktu saja!” tolak Jendral Manstein dengan senyum dipaksakan, “Saya di sini hanya ingin menyampaikan pesan Yang Mulia Kaisar untuk anda.”
Sultan Salim terlihat sedikit kecewa, namun ia mencoba tidak menunjukkan kekecewaannya itu, “Sayang sekali kalau begitu—“ ujarnya, “Ngomong-ngomong, pesan apa itu?” tanya Sultan Salim.
Jendral Manstein memandangi ruangan pribadi sultan itu penuh curiga—apalagi ketika melihat para wanita-wanita yang lubang pusarnya kemana-mana, memandanginya terus, “Lebih baik kita berbicara di tempat yang lebih pribadi, Sultan.”
*****
“Yang Mulia Kaisar Vincent Deling menanyakan. Bagaimana dengan perkembangan perburuan Putri Aisyah dan beberapa simpatisannya yang selamat dari upaya kudeta itu?” tanya Jendral Manstein.
Sultan Salim sedikit tertegun ketika mendengar pertanyaan dari sang panglima, “Tak disangka—kekuatan intelijen Galbadia memang benar-benar luar biasa, bisa saya katakan—suara jarum jatuh pun bisa terdengar oleh Kaisar Vincent Deling!” puji Sultan Salim.
“Yang Mulia menanyakan—apakah lolosnya Putri Aisyah, akan mengancap posisi anda sebagai sultan yang sekarang?”
Sultan Salim tertawa ketika mendengar pertanyaan tersebut, “Seorang perempuan bisa apa dengan seorang—Sultan Salim?!” jawab Sultan Salim dengan tawa kesombongannya.
Galbadia benar-benar mendapatkan sekutu baru yang pemimpinnya adalah seorang imbisil yang sombong—“Mungkin untuk anda bukan masalah. Tapi bagaimana kalau Sekutu mengetahui soal lolosnya Putri Aisyah?! Sekutu akan mencari dan menyelamatkan sang putri dan pendukung Sultan Hamid dengan dukungan senjata dan kekuatan Sekutu apabila mereka berhasil mengetahui—dan menyelamatkan mereka semua! Saya harap anda memiliki pemikiran sejauh itu, Sultan!” Jendral Manstein mewanti-wanti.
“K—Kalau begitu, beri aku waktu untuk berhasil mendapatkan Putri Aisyah!”
“Berapa lama?” tanya Jendral Manstein saklek.
Sultan Salim mencoba berpikir di kala ia sedang panik karena diomeli oleh panglima sekutu terbesarnya itu, “Se—Secepatnya!”
“Secepatnya itu berapa lama?”
“Satu tahun!”
“Terlalu lama!” jawab Jendral Manstein kesal, “Kami akan membantu kalian mencari Putri Aisyah supaya buruan kita ini cepat-cepat berhasil ditemukan!”
“Baiklah! Asal Aisyah dan para pendukungnya tidak akan bisa merongrong kekuasaanku di sini!” jawab Sultan Salim menurut.
“Bagus! Komandan Korps SS-Hazrabiah, Yang Mulia Pangeran Jahn Kohler Manstein akan membantu pihak istana untuk mendapatkan Putri Aisyah dan para pendukung Sultan Hamid lebih cepat!”
“Baik, Panglima! Lebih cepat lebih baik kalau begitu!”
“Lalu. Bagaimana dengan pipa-pipa distribusi ke kawasan Trabia?”
“Semua pipa-pipa yang mengarah ke Trabia sudah ditutup, seluruh aliran minyak mentah yang seharunya untuk Trabia dialihkan ke depot-depot bahan bakar militer kita!” jawab Sultan Salim manatap.
Sultan Salim hanya bisa menganggukkan kepalanya, menuruti apa yang diperintahkan oleh Jendral Manstein, walau martabatnya sebagai seorang sultan menjadi jatuh karena diomeli oleh seorang Jendral—yang notabene martabatnya di bawah dirinya, tapi—demi langgengnya kekuasaan yang baru beberapa hari ia rebut dari almarhum kakaknya, ia rela mengorbankan martabatnya.
“Kalau begitu, saya permisi dulu!” ujar Jendral Manstein sembari pergi meninggalkan Sultan Salim.
Ketika utusan dari Galbadia itu sudah meninggalkan istana, Sultan Salim melepaskan amarahnya dengan melempar guci mahal yang ada di ruang pertemuan pribadinya ke jendela istana.
“Untuk kali ini kalian bisa berbuat kurang ajar dan merendahkanku!” ujar Sultan Salim geram, “setelah Putri Aisyah dan para pengikut almarhum Sultan Hamid habis seluruhnya—aku akan berbalik menguasai Galbadia! Lihat saja nanti!” ancamnya di belakang.
*****
“Cabut Keppres 78A!!.. Demi Perdamaian!!.. Cabut Keppres 78A!!.. Demi Perdamaian!!..” itu yang terus diteriakkan oleh para demonstran anti-perang yang meminta Keppres 78A dicabut sembari mengacung-acungkan poster-poster dan tulisan-tulisan berisi hal-hal menolak peperangan dan Keppres Nomer 78A di depan Gedung Strife.
Teriakan mereka semakin lantang dan tingkah mereka semakin beringas ketika iring-iringan kendaraan yang membawa Presiden Xavier dan ibu negara Maria Xavier datang mengantar pulang dua orang paling penting di Rune-Midgard.
Puluhan polisi setempat dan aparat keamanan kawasan Gedung Strife langsung berbaris membuat pagar betis untuk mencegah para demonstran menyerbu iring-iringan yang mulai melewati benteng pembatas pekarangan dengan jalan raya.
Beberapa demonstran mulai mencoba anarkis, namun enam orang opsir polisi langsung meringkus dan menggiringnya ke kantor polisi terdekat supaya tindakan brutalnya tidak mulai menular kepada rekan-rekan demonstran lainnya.
*****
Pemirsa,
Setengah jam yang lalu Presiden Rune-Midgard, Alan Xavier, menyambut kedatangan Perdana Mentri Kerajaan Balamb Raya, Lord Abigail Mountbatten di Gedung Strife.
Menurut koresponden kami di Gedung Strife, isi dari pertemuan itu adalah menyambut baik keputusan Pemerintah Rune-Midgard untuk bergabung dalam menyelesaikan krisis dunia, menurut Lord Mountbatten, keputusan ini diambil oleh rakyat Rune-Midgard adalah keputusan tepat dalam rangka menjaga dan mencegah dunia mengalami krisis lebih dalam lagi.
Sedangkan menurut pengamat politik dari Universitas Johnson, Wood McDonald, mengatakan, bahwa Keppres Nomer 78A adalah keputusan politik internasional pemerintahan Rune-Midgard yang salah besar, dan berdampak mempercepat dunia masuk ke dalam krisis global yang jauh lebih buruk dari yang ia prediksikan.
McDonald memperingatkan kepada Dewan Parlemen untuk menarik kembali Keppres Nomer 78A dan mencari solusi yang lebih kompromis daripada menggunakan solusi frontal dengan berperang melawan Galbadia dan malah berbau kepentingan ekonomi para konglomerasi energi dunia.
Berbeda dari Mentri Politik dan Keamanan, beliau menyatakan bahwa, Keppres Nomer 78A bukanlah langkah melegitimasi pemerintah untuk menjerumuskan Rune-Midgard dalam krisis di Hazrabiah untuk mempertahankan aset-aset konglomerasi energi Rune-Midgard di sana, tapi juga menyelamatkan krisis energi akibat usaha monopoli Galbadia dan Hazrabiah.
Ini juga didasari dan diperkuat oleh Konstitusi Negara, dimana Rune-Midgard, dalam pergaulan dunia, harus menjadi pemimpin dalam pembangunan dunia, penengah dalam konflik global, dan peredam krisis dan pelindung perdamaian dunia.
*****
Berita itu menanyangkan pidato singkat Mentri Politik dan Keamanan yang diambil beberapa jam setelah pengesahan Keppres Nomer 78A di Kantor Kementrian Politik dan Keamanan dalam sebuah pertemuan, dengan judul berita—Rune-Midgard Berperang!
“Kita tahu bahwa ketergantungan energi dunia sebagian besar berada di kawasan Hazrabiah setelah Trabia, dan pengekspor migas ke seluruh dunia yang terbesar di dunia adalah Kesultanan Hazrabiah.”
“Dan apabila diambil analisis politis dan keamanannya, apabila Hazrabiah diserang oleh kekuatan negara tertentu, maka krisis energi dunia akan berpengaruh sangat besar—beberapa waktu setelah Hazrabiah menyatakan bergabung dengan Galbadia dan terlibat dalam Perang Estharian Kedua, harga bahanbakar mulai melonjak naik.”
“Dunia sudah bersepakat bahwa, Hazrabiah harus tetap menjadi negara yang netral, di mana keuntungan menjadi negara netral adalah stabilitas energi dunia akan tetap terjaga walau terjadi gonjang-ganjing apa pun.”
“Namun, keadaan berubah ketika terjadi upaya kudeta terhadap Sultan Hamid dan Galbadia masuk ke Hazrabiah, maka, atas nama perdamaian dan keseimbangan dunia, maka kita, mau tidak mau harus terlibat dalam krisis ini—yang secara langsung dan tidak langsung, begitu berpengaruh terhadap kondisi negara kita.”
“Dengan cara apa pun dan bagaimana pun—Hazrabiah harus kembali stabil seperti dahulu!”
Cuplikan pidato itu pun akhirnya dipotong.
*****
Itu yang dilihat oleh Presiden Xavier di televisi portabel mini mobil Lincoln Presidential yang terpasang di dinding kabin yang membatasi ia dan sang istri dengan supir dan seorang paspampres di depannya.
Sang ibu negara memandangi khawatir para demonstran yang terdiri dari remaja usia sekolah itu dari balik kaca jendela mobil yang bisa tahan peluru 12,7 milimeter bewarna hitam.
“Alan, apakah kita perlu ikut berperang di Hazrabiah?” tanya Nyonya Xavier khawatir.
“Kalau kita tidak mengambil keputusan untuk segera terlibat dalam perang ini, secara tidak langsung aku menyiksa rakyat Rune-Midgard.” Jawab Presiden Xavier sembari mematikan televisi yang sedang ditonton sang istri.
Presiden Xavier duduk di samping sang nyonya negara lekat-lekat, ia memandangi mata sang mitra hidupnya yang sudah mendampinginya selama empatpuluh lima tahun itu yang bewarna zamrud itu.
“Apa tidak bisa dengan solusi diplomasi?” tanya Nyonya Xavier.
“Ego seorang Vincent Deling terlalu terlalu tinggi.” Jawab Presiden Xavier, “Dia sendiri dengan nyata-nyatanya tidak akan mau berkompromi dengan orang-orang yang bersebrangan dengannya!”
Namun penjelasan dari sang presiden tak membuat sang ibu negara merasa yakin akan keputusan yang diambil oleh Presiden Xavier.
“Tapi, aku masih ragu kalau pemerintah Galbadia tidak mau bernegosiasi damai dengan negara kita!” ujar Nyonya Xavier ragu.
Presiden Xavier menghela napasnya dalam-dalam, “Apa karena Wihelmina?” tanya Presiden Xavier.
Nyonya Xavier menganggukkan kepalanya.
“Aku tahu—kamu dan Wihelmina adalah sahabat dekat ketika sekolah tingkat akhir. Tapi kenyataannya, bukan ia yang memimpin Galbadia—tetapi suaminya, Vincent Deling—orang yang terkenal tidak mengenal ampun kepada orang-orang yang bersebrangan bahkan—melawan—dirinya.”
*****
Memang apa yang dikatakan oleh suaminya benar juga, teman sekelasnya di Sekolah Kepribadian Perempuan di Marsielle waktu ia masih berumur 21 tahun, memang menikahi orang yang salah.
Putri Wihelmina von Rossenberg, atau sering dipanggil Mina oleh keluarga dan teman dekatnya—putri tunggal dari Bangsawan Wihelmnus von Rossenberg, kepala Trah von Rossenberg, trah terbesar setelah Trah Deling yang mendominasi wilayah Galbadia, dan Trah von Rossenberg adalah salahsatu loyalis terbesar dan pendukung upaya revolusi melawan Republik Galbadia dahulu.
Wihelmina harus rela dijodohkan—dan akhirnya dinikahi—oleh Putra Mahkota Vincent Deling dalam rangka konsolidasi politik untuk membangkitkan kembali kejayaan Kekaisaran Gabadia yang sempat berada di titik rendah ketika menjadi Republik—atas desakan keluarga dan kerabatnya.
Mina—nama akrab Putri Wihelmina—sempat mengeluhkan perjodohan ini kepada Maria, sebelum ia harus naik pelaminan setelah diwisuda bulan depan waktu itu, Mina mencoba untuk menolak desakan keluarga besar Trah von Rossenberg menikahkan dirinya dengan Pangeran Vincent Deling, walaupun ia mengakui—sang putra mahkota memang sesuai dengan karakter “pangeran impian”nya.
Namun sayangnya, ia tidak pernah mengenalnya dan mencintainya dengan hatinya, namun Maria mencoba mendukung desakan keluarga Mina dengan alasan menikah demi negara lebih mulia daripada menikah demi dirinya sendiri.
Nyonya Xavier menyesal, kalau pikirannya ternyata salah besar, ternyata pendapatnnya yang akhirnya dituruti bulat-bulat oleh Permainsuri Wihelmina membuatnya harus hidup dengan diktator paling kejam di dunia, dan tak pernah bertemu muka kembali dengannya semenjak Ibu Negara Republik Demokratik Rune-Midgard ikut memasangkan baju pengantin untuk sang permainsuri sebelum pemberkatan waktu itu.
*****
“Andai waktu itu aku tak mendukung perjodohannya dengan suaminya sekarang ini..” seloroh Ibu Negara sembari menghela napas panjang penuh penyesalan.
Presiden Xavier hanya bisa tersenyum miris mendengar perkataan istrinya itu, ia menyentuh tangan sang istri yang mulai resah dan gundah itu dengan lembut, Presiden Xavier tidak berkata apa-apa, namun tatapan matanya yang menyala-nyala memancarkan optimisme hidup itu membuat Nyonya Xavier kembali tenang.
Itulah yang membuatnya jatuh hati kepada sosok Alan Xavier—tatapan matanya bisa mengucapkan kata-kata motivatif dan mesra, walau tidak berbentuk suara, kursi belakang Lincoln-1 itu mulai kembali hangat dan nyaman, suasana mesra pun kembali tumbuh semerbak diantara Presiden dan Ibu Negara itu
*****
DESA IM-AR-QASSAM
KAWASAN PEGUNUNGAN JABAL ALI
KESULTANAN HAZRABIAH
Seorang pria Hazrabiah sedang memacu mobil toyota hilux-nya dengan kecepatan tertinggi, ia tak perduli tubuhnya diaduk-aduk tak keruan karena ia memaksa untuk bisa mengebut di jalan yang rusak-parah tanpa lapisan aspal.
“Bagaimana?! Apa kita berhasil lolos?!” tanya si supir.
Rekannya yang berada di sampingnya, terus memandangi cakrawala pegunungan terjal lekat-lekat—selekat gengaman tangannya yang memegang senapan serbu FN FNC, beberapa saat kemudian, mereka bisa melihat empat buah hilux milik Laskar Hazrabiah menguntit mereka dari belakang.
“Kita belum berhasil lolos!” jawabnya.
“Sial!” umpat si supir, “Kita harus bisa sampai secepat mungkin!” ujarnya sembari membawa hilux-nya menerabas bukit-bukit dengan kerikil tajam untuk berjalan memotong jalan umum yang berkelok-kelok.
*****
Sedangkan di tempat persembunyian mereka, seorang pemberontak pro-Sultan Hamid mengawasi curiga mobil hilux rekannya yang dua jam yang lalu pergi untuk membeli makanan ke pasar di kota terdekat, sedang berjalan ugal-ugalan ke arah mereka.
“Ada apa?” tanya Letnan Jimli—ketua kelompok pro-Sultan Hamid setempat.
Sang anggotanya yang mengintip keluar langsung menunjuki mobil logistik mereka berlari seperti kebakaran jenggot.
Letnan Jimli seketika gelisah, “Sepertinya orang-orang Pangeran Salim mengejar mereka! Bersiaplah!” umum Letnan Jimli sembari mengokang senapan FN FAL-nya.
*****
“Tarantula, di sini Ibex-4. Kelihatannya buruan kita yang lain berada di desa ini!” lapor seorang perwira Laskar Kesultanan yang tergabung dalam operasi pembasmian pemberontak pro-Sultan Hamid.
“—Yeah! Aku bisa melihatnya dengan jelas dari sini. Mereka punya persenjataan yang cukup lengkap untuk merontokkan kalian semua!—“ ujar Pangeran Jahn Kohler.
“Kalau begitu ijinkan kami untuk melakukan manuver mengepung, Tuan!” pinta sang perwira dari dalam hilux warna putih coklat gading—warna khas kemiliteran Laskar Kesultanan.
“—Tidak perlu! Biarkan teknologi tercanggih milik Galbadia yang menyelesaikannya!—“ jawab Pangeran Jahn Kohler.
“Uhg! Bangsa sombong!” gerutu komandan Laskar Kesultanan itu sambil mengambil teropongnya.
Dari kejauhan, sang komandan bisa mendengar suara dua kali dentuman meriam kecil dari tebing sebelah kiri, dan beberapa saat kemudian terdengar ledakan dan kepulan asap hitam dari mobil hilux yang mereka kejar.
*****
Letnan Jimli langsung mencoba untuk bangkit kembali—ketika tiba-tiba ia terpental karena dua ledakan beruntun berasal dari mobil hilux anak buahnya, ia segera meraih ketenangan dan logikanya seiring ketika ia meraih senapan FN FAL-nya.
“Kalian tidak apa-apa?!” tanya Letnan Jimli kepada para pemberontak yang juga ikut jatuh terpental, “Apa yang terjadi?!”
Seorang pemberontak menunjuk sesuatu di atas tebing, “Li—Lihat itu!” tunjuknya sambil bergidig ngeri.
Letnan Jimli melihat ke arah pemberontak itu menunjuknya—Sosok seperti seekor tarantula berukuran besar keluar dari persembunyiannya dari balik tebing, sang komandan laskar memperbesar daya pembesaran teropongnya—ia bisa melihat sosok robot berbentuk tarantula, berbadan baja tebal yang dicat warna campuran batu dan pasir.
Letusan balasan pertama berbunyi dari rentetan senapan mesin FN MAG yang di arahkan kepada robot laba-laba sebesar truk tronton itu, beberapa pemberontak juga ikut menembaki monster itu dengan senjata yang mereka pegang.
*****
Ia mengalihkan teropongnya ke arah desa—ia bisa melihat belasan orang-orang berpakaian ghamis dan bersenjata keluar dari tempat persembunyian mereka dan menembaki monster yang keluar dari tebing dan menembaki kedua rekan mereka.
“Tarantula.” Desis komandan laskar itu.
“Kendaraan perang terbaru milik Galbadia, Pak?” tanya seorang laskar yang menjadi supir hilux-nya.
“Ya!” jawab sang komandan laskar, “Tidak salah Yang Mulia Sultan Salim memilih sekutu untuk negara kita!” pujinya.
*****
Monster tarantula itu tiba-tiba bergerak menuruni tebing sambil melepaskan tembakan beruntun ke arah para pemberontak yang mencoba kabur—dari suara rentetannya, tidak salah lagi itu adalah sepasang senapan mesin kaliber 12,7 milimeter.
Para pemberontak mencoba melumpuhkan monster itu dengan senapan serbu masing-masing, namun peluru-peluru tajam mereka tak berguna di hadapan monster tarantula dengan tubuh terbuat dari baja tebal, mereka pun kesulitan menembak mesin pembunuh milik Pangeran Jahn Kohler itu dengan roket-roket anti-tank karena gerakannya yang cukup gesit.
“Kurang ajar! Gesit sekali!” umpat seorang pemberontak yang baru saja meluncurkan roket panzerfaust ke arah Tarantula—namun berhasil dimentahkan dengan elakan cepat.
*****
“Hahahahah!! Kalian terlalu dungu untuk berpikir bisa mengalahkan aku dan Tarantula-ku!!” ejek Pangeran Jahn Kohler yang berada di kokpit Tarantula-nya yang dilindungi kaca kokpit transparan yang mampu menahan hantaman peluru 20 milimeter.
Ia mengarahkan sepasang senapan mesin kaliber 12,7 milimeter-nya ke arah para pemberontak yang lari tunggang-langgang darinya.
“Mati kau!!” ucapnya sembari mengarahkan pembidik ke punggung seorang pemberontak yang lari terkencing-kecing dan menangis—sepuluh kali tembakan beruntun sudah bisa membuat tubuhnya terbelah jadi dua.
Tanpa banyak memakan waktu lama, semua pemberontak yang mencoba nekat berhadap-hadapan untuk melawannya akhirnya terbantai dengan mudahnya.
Tiba-tiba, alaram tanda bahaya menyala—dari arah jam sebelasnya terlihat kepulan asap yang melesat menuju posisinya, Pangeran Jahn Kohler dengan gesit memainkan tuas kendalinya sehingga berhasil mengelak hulu ledak roket anti-tank yang mencoba menghajarnya.
“Kurang ajar!!” umpatnya sambil menembakkan dua kanon tepat di sebuah rumah kecil di mana roket itu berasal.
Dua kali tembakan kanon tersebut sudah cukup untuk membuat rumah yang terbuat dari kotoran ternak rata dengan tanah beserta isinya.
“Kalian orang-orang Hazrabiah! Benar-benar membuatku kesal!!”
*****
Komandan laskar tersentak ketika Tarantula jadi beringas, dari tembakan yang terarah ke para pemberontak yang menyerangnya, mulai menembaki seluruh rumah yang ada di desa itu tanpa pandang bulu.
Ia bisa melihat para penduduk desa yang tak berdosa dengan mudahnya dibantai tanpa perlawanan, mereka yang lari pun dibabat oleh sang pangeran—sampai juga yang sudah tergeletak tak berdaya dan mohon belas kasihan juga ikut digulung.
“Tarantula! Apa yang kau lakukan?!” tanya komandan laskar bingung.
“—Apa yang aku lakukan? Apa yang aku lakukan?!—“ balas Pangeran Jahn Kohler dengan suara lantang.
Komandan laskar sultan tak mengulang lagi pertanyaannya—apalagi melihat kendaraan tempur Pangeran Jahn Kohler itu.
“—Yang aku lakukan adalah. Satu! Menghabisi seluruh kantong-kantong pertahanan para pemberontak! Dua! Memastikan seluruh orang yang tidak berkepentingan untuk melihat Tarantula-ku untuk melihatnya—terakhir kali!—“
Komandan laskar itu hanya bisa terdiam memandangi para penduduk desa yang tak berdosa, yang berlarian keluar karena rumah-rumah mereka ditembaki tanpa sebab, dibantai oleh Pangeran Jahn Kohler.
Desa Im-Ar-Qassam pun lenyap dari peta dunia.
LOKASI : RAHASIA
SUATU TEMPAT DI RUNE-MIDGARD
REPUBLIK RUNE-MIDGARD
Sudah dua jam helikopter Nighthawk melesat cepat membawa keempat anggota Unit Strad menuju lokasi pelatihan yang di mana proses latihan pengompakan tim dan simulasi di Hazrabiah akan dilakukan.
Mereka berempat bisa merasakan perbedaan menggunakan varian Blackhawk untuk pasukan khusus itu—kabin pesawat terasa lebih nyaman, suara mesin dan baling-baling helikopternya juga lebih kecil daripada suara mesin dan baling-baling helikopter blackhawk yang lainnya.
Ames, sang ketua tim, terus memandangi gugusan hutan pinus yang berada lima ratus kaki dibawahnya, sembari terus mengisap rokok tiada henti.
Lamou memandangi sang komandan unit yang terus-terusan mengepulkan batang berisi tembakau dan nikotin itu tanpa jeda.
“Maaf, Ames. Bolehkah saya bertanya?”
Ames memalingkan pandangannya, “Ng?” jawab Ames kepada Lamou.
“Apakah anda tidak tahu betapa berbahayanya kandungan zat di dalam rokok?”
“Yang aku tahu bahayanya adalah—membuat ketagihan—dan aku menyukai bahayanya!” jawab Ames seenaknya.
Makan sambil merokok, minum pun merokok, jangan-jangan ketika ia mandi dan tidur pun, paru-paru, mulut, dan tangannya terus bergerak tanpa sadar untuk menyulut batang yang baru, mengisapnya, menarik, dan mengepulnya, walau pikiran sedang di awang-awang.
Ah, untuk mandi dan tidur, itu prediksi yang terlalu berlebihan—tepis Lamou dalam hati.
“Apa kau tak tahu kalau barang sialan yang kau hisap terus-terusan itu akan melubangi paru-parumu?” tanya Oist dengan tatapan jengkel.
Ames memandangi Oist dengan tatapan malasnya, ”Apakah kau tahu, kalau ada penelitian mengatakan bahwa perbedaan nyawa antara perokok dan non-perokok cuma selisih lima menit saja?” tanya Ames dengan nada meledek.
“Setidaknya selama lima menit terakhirmu, kau bisa menggali liang kuburmu sendiri!” balas Oist.
Ames tersenyum pahit, ia cuma membalasnya dengan mengangkat bahu, berkata, ”Terserah...” dan kembali menikmati rokoknya yang tinggal seperlima batang.
”Maaf, kalau perkataan saya sedikit kurang sopan untuk anda semua.” Ujar Lamou, ”Kita tidak mungkin, kan dikumpulkan dengan kemampuan yang sama? Kita pasti punya keahlian masing-masing. Ngomong-ngomong, Oisty, apa keahlianmu?” tanya Lamou sopan.
“Lima tahun aku menempa diriku menjadi seorang ahli medis dan SAR tempur. Kedokteran umum, pembedahan, luka, penyakit, segala masalah medis yang sering dialami di medan perang, tanggapan-tanggapan medis darurat, dengan menggunakan teknik sederhana dan efektif.” seloroh Oisty dengan penuh bangga.
“Seperti Jumper, heh?” timpal Ames.
”Guruku yang mengajarkanku itu adalah yang sebenarnya pencetus didirikannya kesatuan Jumpers!” tambah Oisty bangga.
Lamou tersenyum ramah kepada Oisty, ”Syukurlah, kita memiliki malaikat pelindung di unit kita!..” gumam Lamou lega.
”Hmm!.” Ames bergumam sembari membayangkan sesuatu, “Lebih bagus kalau ia dipanggil—suster tua yang galak.” ralat Ames.
“Apaa?!..” Oist pun geram disebut suster tua yang galak.
Semenjak mereka betemu pertama kali, tak akan ada pujian atau ungkapan rasa kagum darinya untuk Oisty sedikit pun yang dilontarkan oleh sang komandan unit, kecuali—selorohan dan atau cibiran yang membuatnya kesal.
“Oh ya! Apa keahlianmu? Lamou?” tanya Ames sambil merogoh kantong untuk menyalakan rokok ketiganya.
”Saya?” tanya Lamou.
“Siapa lagi? Karena yang punya nama Lamou hanya kau!” jawab Ames.
Dengan malu-malu ia menjawabnya, ”Cuma menembak setepat mungkin.” jawab Lamou merendah.
Ames tersenyum dan mengangguk paham ketika mendengar jawabannya, ”Sniper, heh?” seloroh Ames.
“Begitulah.” Jawab Lamou.
Ames tersenyum, “Baguslah! Kami selalu bergantung padamu untuk menjaga bokong-bokong kami!”
Lamou mengangguk mantap, ”Roger, Strad-Lead!” jawabnya mantap.
Ames pun mengalihkan pandangannya ke Collosus yang terlihat asyik dalam dunianya sendiri itu.
“Hey, kawan!.. Apa keahlianmu?” panggil Ames kepada Collosus.
Ia pun berpaling pelan ke arah Ames dan yang lainnya, mereka bertiga bisa melihat tingkah laku Collosus yang seperti boneka tak bernyawa.
”Penyusupan dan sabotase.” jawabnya datar.
Ames mengangguk paham, ”Orang sepertimu memang cocok dalam keahlian seperti itu—Tidak seperti dia.” gumam Ames sembari mendelik sinis ke arah Oist.
Oist membalas delikannya dengan delikan yang lebih tak kalah sinisnya, “Apa yang membuatmu menjadi sesoktahu itu kalau aku tidak bisa melakukan penyusupan dan sabotase??” tanya Oisty kesal.
“Suaramu yang lantang—Ya ampun, orang satu kota bisa bangun ketika mendengar ocehanmu.” Jawab Ames.
“Collosus. Mudah-mudahan kita bisa menjadi tim yang solid!” ujar Lamou optimis.
Namun Collosus hanya diam seribu bahasa, dan kembali memejamkan mata, menundukkan kepala, menyilakan kedua tangannya kembali—Lamou hanya bisa menghela napas panjang.
”Membosankan!..” gerutu Oisty ketika melihat tindak-tanduk Collosus yang dingin.
”Setidaknya tidak menyebalkan sepertimu.” timpal Ames.
“Brengsek!..” umpat Oist kesal.
”Lalu, anda sendiri punya kemampuan di bidang apa?” tanya Lamou penasaran.
Ames mengangkat bahunya, ”Cuma menjadi seorang prajurit terbaik dan—“
“Merokok!” salip Oisty.
Ames mengerutkan dahinya, ”Hebat! Belum aku menjawabnya kau sudah tahu jawabannya.” puji Ames, “Oh ya! Collosus. Kata Komandan Piccard, kau adalah orang Hazrabiah, ya?”
“Begitulah.” Jawab Collosus singkat.
“Hazrabiah mana? Kan, Hazrabiah memiliki lima etnis yang berbeda dan dibagi-bagi menjadi lima provinsi. Hazrabiah Utara? Selatan? Barat? Timur—atau Utama?” tanya Oisty membabibuta.
Tak ada jawaban dari Collosus—ia hanya bisa diam seribu bahasa, membiarkan ketiga rekannya yang terlihat begitu penasaran ingin tahu masa lalunya, digantung.
Lamou hanya bisa menghela napas panjang, sedangkan Ames hanya bisa tersenyum cekut dan menggaruk-garuk kepalanya.
“Menyebalkan sekali.” Dengus Oisty.
Tiba-tiba, Nighthawk yang mereka tumpangi itu berbelok enam puluh derajat.
”—Lima menit lagi kita akan sampai, kawan!—“ umum sang pilot Nighthawk.
Semua anggota Tim Strad terhenyak ketika melihat sebuah kompleks seluas seratus hektar yang dikelilingi oleh ribuan pepohonan yang seolah-olah mengawasi seisi kompleks, kompleks yang dikepung oleh tembok itu hanya terdapat satu gerbang yang digunakan sebagai akses keluar-masuk tempat itu.
Kompleks itu berisi lapangan tembak, kolam renang standar olimpiade, kompleks simulasi perang di hutan—terlihat ada sebuah hutan yang lumayan lebat berada di pojok kiri atas kompleks pelatihan tersebut.
Kompleks simulasi perang di kota, lengkap dengan puluhan gedung-gedung bertingkat, jalan-jalan kecil bersama jalan-jalan tikus dan gang-gang sempit yang sudah dibuat sedemikian rupa menjadikannya seperti ada sebuah kota di tengah kompleks pelatihan tersebut.
Semuanya digarap sesuai dengan gaya-gaya yang berbeda, ada yang bergaya perumahan dan properti ala Hazrabiah, Estharian, dan juga dari Rune-Midgard sendiri. Ini semua dibuat untuk para prajurit yang berlatih bisa lebih paham betul ciri-ciri bangunan dan furnitur di dalamnya di kondisi konflik kelak.
“Hmmm... Cukup lengkap untuk sebuah tempat pelatihan..” gumam Ames kagum.
”Indah sekali kompleks ini kalau dilihat dari sini..” puji Lamou yang tak bisa mengalihkan perhatiannya.
”Memang indah.” ujar Collosus.
Semua anggota Tim Strad terdiam ketika mendengar Collosus bersuara, dan memandangi anggota paling pendiam itu.
Collosus memandangi ketiga rekannya, lalu kembali memandangi tempat pelatihan itu, masa bodoh—mungkin itu yang dipikirkan oleh pria dengan watak yang tak bisa dibaca jalan pikirannya oleh Ames dan yang lainnya.
Mata es kutubnya itu memandangi mereka bertiga, ”Tapi aku merasa. Pelatihan nanti tidak akan semulus dengan apa yang kita prediksikan.” ujar Collosus.
Oist menangguk setuju atas ucapan Collosus. ”Benar apa yang dikatakan oleh dia! Jangan senang dulu, kawan!.. Siapa tahu kita akan dihabisi oleh mereka nanti.” ancam Oist.
”Itulah gunanya seorang rekan setim—” selorohnya sembari membuang puntung rokok keluar pintu kabin, “Kadang dalam situasi seperti neraka, kita bisa lolos darinya karena rekan-rekan kita. Dan kalau, pun, kita tidak bisa keluar dari sana—“ ia menyalakan rokok kesekiannya, “Setidaknya kita bisa berbagi rasa.”
”—Bersiap-siap, kawan!.. Kita akan mendarat.—“ ujar sang pilot sembari menurunkan kecepatan dan ketinggian Blackhawk-nya dengan perlahan-lahan.
*****
Sedangkan di bawah sana, Komandan Piccard sedang menanti kedatangan Unit Strad bersama seorang pria dengan kacamata hitam, berkumis hitam melintang, dengan setelan pakaian training yang membalut seluruh tubuhnya yang cuma berisi otot-otot kekar dan semangat membara, berkacak pinggang menunggu kedatangan keempat korbannya itu.
“Tak kusangka sudah begitu lama waktu sudah berlalu!” ujar si pria berkacamata hitam itu.
“Mereka sudah membesarkan anak-anak itu menjadi prajurit-prajurit yang memiliki kemampuan tempur individu yang luar biasa.” Timpal Komandan Piccard.
“Mempunyai anak angkat di tempat mereka bertugas—selera hidup yang aneh.”
“Kenapa kau tidak seperti mereka?” tanya Komandan Piccard.
“Sudah kubilang—aku benci anak-anak!” jawabnya mantap, “Kau sendiri? Kenapa?” balasnya.
“Aku sudah mempunyai anak dan istri.” Jawab Komandan Piccard, “Walau aku akhirnya ditinggal oleh mereka.” Tambahnya dengan nada sedikit kesal.
*****
Helikopter Nighthawk yang dari atas terlihat seperti sebesar biji sawi—lama-kelamaan semakin terlihat jelas lengkap dengan deru suara rotor helikopternya—plus, hembusan angin ribut yang dibuatnya.
“Hmm!.. Anda tadi aku membawa kacamata sepertimu!” ujar Komandan Piccard sembari menyipitkan kedua matanya supaya tidak kemasukan debu.
Semua anggota tim keluar dari dalam Nighthawk dengan cekatan lengkap dengan membawa tas dan gembolan masing-masing yang dipersiapkan untuk pelatihan penyesuaian pra-tugas selama tiga bulan di tempat yang belum disebutkan namanya.
Ames dan yang lainnya—sembari memanggul bawaan mereka yang berat itu—berjalan menghampiri pria berkumis melintang dan tinggi besar—yang sedang memegangi topi instrukturnya yang hampir mau terbang—itu.
Nighthawk yang mengantar tim Strad itu langsung beranjak pergi meninggalkan mereka berlima di dalam kompleks pelatihan setelah mengeluarkan muatannya, sepertinya kedua pilot helikopter itu langsung lari terbirit-birit ketika melihat pria berkacamata hitam itu.
Akhirnya suasana kembali tenang, setelah mengalami badai besar lokal beberapa menit yang lalu karena tiupan angin kencang yang berasal dari baling-baling Nighthawk, si pria berkacamata hitam tersenyum penuh arti ketika melihat barisan pria-pria muda yang ada di hadapannya.
“Mereka ini?” tanya si pria berkacamata hitam.
”Yeah, seperti itulah, empat orang tak akan terlalu memusingkanmu, kan?” jawab Komandan Piccard.
Si pria berkacamata hitam itu tertawa lepas, “Kalau aku sudah kesal. Tanpa ragu aku akan menyuruh mereka terus berlatih sampai mati—dan mereka tak akan bisa menolak untuk melakukannya!”
Ya ampun, apa yang membuatnya menjadi seorang maniak seperti ini?—Tanya Komandan Piccard dalam hati, setelah menyelesaikan masa pengabdiannya menjadi prajurit lapangan aktif yang terkenal kasar dan brutal, ia mengabdi menjadi seorang instruktur prajurit, dan karena ketebelece seorang prajurit khusus—ia diangkat menjadi seorang instruktur khusus pasukan khusus.
“Bagaimana perjalanan kalian, Strads? Menyenangkan??” sambut Komandan Piccard.
“Menyenangkan sekali, Pak!” jawab Lamou.
“Aku berharap lain kali kita pergi dalam penerbangan bebas asap rokok.” Keluh Oisty.
Tak ada jawaban dari Collosus—seperti biasanya.
“Ya—begitulah!” jawab Ames sembari menggaruk-garuk kepalanya.
“Perkenalkan—“ Komandan Piccard menunjuk ke arah si kacamata hitam itu, “Dia adalah Sersan Pelatih Dwayne Nelson!”
Keempat Strads memandangi Sersan Pelatih Nelson—tinggi besar seperti bongkahan kayu umur ratusan tahun, tubuh gempal dipenuhi gumpalan otot, berkumis hitam melintang, membuatnya ia adalah sosok prajurit berras kulit hitam yang bisa membuat seorang berandalan sekolah kencing di celana.
“Setelah mandat kepemimpinan atas kalian sudah diserahkan dari komandanmu ini—Aku akan membuat kalian menangis memanggil orang tua kalian yang sudah lama mati apabila tidak memberi hormat kepadaku!”
Dan jangan sekali-kali dekat-dekat dengannya—kecuali terpaksa.
“Sersan Pelatih Nelson adalah instruktur pasukan khusus terbaik yang dimiliki oleh negara kita. Dan aku merasa bersyukur kalau kalian mendapatkan kesempatan yang sama—dilatih pelatih terbaik yang melahirkan prajurit-prajurit yang terkenal di medan perang.” Ujar Komandan Piccard.
“Dan sayang sekali—banyak murid-muridku menikmati penghargaan tertinggi negara dalam status anumerta!” timpal Sersan Pelatih Nelson.
“Oke! Tanpa banyak basa-basi—Sebelum melakukan pelatihan penyesuaian pra-tugas. Kalian harus diuji kemampuan bertempur secara tim untuk terlebih dahulu, sesuai dengan permintaan Sersan Pelatih Nelson.” Umum Komandan Piccard.
“Hey! Kalian meragukan kemampuan tempur kami??” tanya Oisty sombong.
Sersan Pelatih Nelson meringis sadis, sampai-sampai Oisty pun tercekat ketika melihat mimik mukanya yang berubah seperti seekor dubuk lapar, “Kalau begitu kita lihat saja nanti!” jawab Sersan Pelatih Nelson.
*****
“Sebenarnya aku malas sekali untuk beramah-ramah dengan kumpulan berandalan seperti kalian!” ujar Sersan Pelatih Nelson, “Tapi apa boleh buat—peraturan mengatakan begitu!” tambahnya.
“Dan rasakanlah itu.” Seloroh Ames dengan nada berbisik.
Lamou dan Oisty tertawa cekikikan.
“Nikmatilah masa bersenang-senang ala Nicholas Piccard, prajurit!” balas Sersan Pelatih Nelson.
“Ke—Kenapa aku jadi ikut dibawa-bawa??” tanya Komandan Piccard.
Mereka memandangi pintu gerbang masuk tempat latihan tersebut—benar-benar tinggi, rasanya seperti mau memasuki Jurassic Park.
“Kira-kira—makhluk apa yang mereka simpan di dalam tempat ini?” tanya Ames sembari memandango gerbang raksasa itu.
“Dinosaurus barangkali?” jawab Lamou.
“Kalian jangan melantur, deh!” semprot Oisty, “dinosaurus sudah punah ratusan juta tahun yang lalu!”
“Hanya salahsatu cara untuk membuang-buang uang.” Jawab Collosus.
“Bisa jadi!” timpal Ames.
Sersan Pelatih Nelson mendekati pojok kanan gerbang raksasa itu, dan menggedornya, beberapa lama kemudian—tak disangka—sebuah pintu kecil setinggi manusia dewasa terbuka.
Tim Strad dan Komandan Piccard menyusul masuk setelah Sersan Pelatih Nelson masuk lebih dahulu.
“Selamat datang di Pos Latihan Khusus, ke-49. Atau sering disebut dengan nama Area-49!”
Mereka seperti baru melintasi gerbang perbatasan sebuah negara kecil di dalam Rune-Midgard.
RUANG CQB
BLOK PERTEMPURAN KOTA
AREA-49
“Kalian hanya punya waktu lima menit untuk bersiap-siap untuk pengujian. Ayo! Cepat segera pakai!” titah Sersan Pelatih Nelson.
Unit Strad langsung meraih perlengkapan untuk yang disebut—ujian kekompakan tim, empat pucuk senapan semi-otomatis MP5A5 beramunisi lengkap dengan empat magasen cadangan—tak lupa senapan MP5A5 tersebut sudah dimodifikasi dengan perangkat penembak laser infra-merah dan adaptor peluru kosong.
“Kenapa kita diberikan MP5A5? Bukan senapan serbu standar semacam M4 atau M16?” tanya Oisty.
“Kalau kau adalah seorang prajurit yang punya kemampuan yang lebih baik—apa pun senjata yang disuguhkan—“ Ames mengokang MP5A5-nya dengan sekali gerakan tangan, yang teknik tersebut dikenal dengan nama teknik menampar, “kau siap menggunakannya!”
“Kalau kau benar-benar mahir dalam menggunakan senapan ini. Kau bisa menghabisi lawanmu yang memakai pakaian pengaman anti-peluru yang paling lengkap sedikit pun.” Timpal Collosus sembari menampar MP5A5-nya.
Selain itu, Sersan Pelatih Nelson juga sudah menyediakan empat helm PASGT dan rompi anti-peluru yang sudah dimodifikasi dengan tambahan sistem MILES—sistem sensor yang akan bereaksi apabila jendolan-jendolan yang menempel di helm dan rompi tersebut terkena tembakan laser infra-merah yang ada di ujung laras.
“Ya ampun—helm PASGT ini berat sekali.” Ujar Lamou.
“Sebenarnya, helm PASGT biasa alias polosan, beratnya hanya tiga kilogram—“ ujar Oisty,” Tapi ketika sudah dipasang dengan sistem MILES—beratnya menjadi lima kilogram.”
“Tapi ada yang kusuka dari helm ini—“ gumam Ames sembari memasang helm, “Jadi teringat masa lalu.”
Komandan Piccard datang menghampiri mereka semua, “Nanti saja mengobrolnya! Segera bersiap!”
Mereka berempat langsung berjalan menuju garis start, lokasinya tepat lima belas meter dari pintu masuk gedung yang dijadikan tempat pengujian, sedangkan Komandan Piccard dan Sersan Pelatih Nelson memantau ujian mereka dari sebuah ruangan kecil—hanya bermodalkan kamera-kamera CCTV yang dipasang di berbagai sudut ruangan.
“—Tugas kalian berempat adalah menguasai gedung tersebut. Misi tersebut akan selesai apabila kalian berhasil menghabisi seluruh sasaran yang ada di dalam gedung itu!—”
“—Namun ada yang harus aku ingatkan! Tidak seru kalau sasaran tembak kalian Cuma bisa diam dan pasrah untuk ditembak kalian—sasaran-sasaran kalian di dalam bisa melawan! Jangan sampai kalian tertembak—dan itu yang membuat misi kalian gagal!—” papar Sersan Pelatih Nelson lewat mikrofon.
*****
“Katakan apabila kalian sudah siap, anak-anak!” ujar Komandan Piccard.
Mereka berdua bisa melihat Ames sedang mengatur-atur posisi ketiga rekannya, namun sayangnya—Ames mengaturnya dengan gaya yang ogah-ogahan, tidak seperti seorang komandan maupun pemimpin pada umumnya.
“Kau serius? Menyuruh anak itu sebagai komandan tim?” tanya Sersan Pelatih Nelson.
“Karena dia memiliki pengalaman lebih banyak daripada yang lain.” Jawab Komandan Piccard.
“Aku meragukannya, Kolonel.” Ujar Sersan Pelatih Nelson.
“Kita lihat saja.”
Ames memberikan tanda jempol kepada kamera CCTV, “—Kami sudah siap!—“
“Bagus! Bersiap-siaplah di posisi kalian masing-masing!” jawab Sersan Pelatih Nelson.
*****
Tim Strad sudah berada di posisi siap menerobos masuk dengan posisi berbanjar dengan Oisty berada di posisi paling depan dan Collosus paling belakang—mereka melakukan posisi yang sama, kuda-kuda siap menembak.
“Sudah ingat apa yang harus kita lakukan?” tanya Ames.
“Aku yang mendobrak pintu dan melempar granat kejut, beberapa saat kemudian, kalian akan merangsek masuk ke dalam gedung.” Jawab Oisty panjang lebar.
“—Bersiap!—“ umum Sersan Pelatih Nelson.
Tidak ada yang bicara sedikit pun, mereka sudah memfokuskan diri ke pintu masuk, menanti aba-aba untuk mulai menyerang.
Oisty menghela napas sejenak—walau hanya latihan dan segalanya bohongan—rasa gelisah itu masih tetap ada.
“—Mulai!—“
Ujian kekompakan pun dimulai, Ames mencoba mengikuti prosedur yang ada—menepuk oarang terdepannya, tapi, masalah mulai datang—ketika ia mau menepuk bahu Oisty, Oisty sudah keburu melesat maju dengan tergesa-gesa.
Dengan sekuat tenaga ia mendobrak pintu hingga pintu terbuat dari kayu itu terbuka sendiri, ia pun langsung mengambil dan melepas picu pengaman granat kejut, dan melempar sekuat tenaga granat kejut itu ke dalam ruangan.
Tapi yang ada granat kejut itu malah memantul kembali ke bibir pintu karena lemparan Oisty yang terlalu kuat, dan akhirnya—Ames, Lamou, dan Collosus yang merangsek masuk ke dalam ruangan, terkena granat kejutnya—termasuk Oisty—senjata makan tuan.
“Ah! Mataku!” erang Oisty yang memejam matanya yang kesakitan.
Mereka berempat saling bertabrakan satu sama lain, dan tak mereka sadari—mereka berhasil dibantai oleh papan target yang bisa balas melawan yang seharusnya menjadi korban pertama mereka.
Bel pun berbunyi panjang.
*****
“Bagaimana, sih? Bisa-bisanya granat kejutnya bisa memantul kembali?!” tanya Ames kesal.
“Aku terlalu bersemangat sehingga aku melemparnya terlalu kencang!” jawab Oisty.
“Kau kan sudah berpengalaman bertempur, bagaimana bisa melakukan hal sesembrono itu?” tanya Ames lagi.
“Jadi kau menimpakan semuanya kepadaku, begitu? Kau, kan yang berpengalaman LEBIH dariku—harusnya kau memperhatikan itu!” jawab Oisty berkilah.
“Saya mohon c—cukup!” mohon Lamou yang masih tidak sanggup melerai adu mulut yang mulai melakukan gesekan badan, “Collosus! Tolong bantu saya!”
Collosus hanya bisa diam seribu bahasa, hanya bisa diam—memandangi Ames dan Oisty yang sebentar lagi bisa-bisa mulai berkelahi secara fisik.
“Cukup berkelahinya, bocah-bocah tengik!!”
*****
Suara lantang Sersan Pelatih Nelson yang hampir memecah langit itu akhirnya membuat Ames dan Oisty berhenti.
Sersan Pelatih Nelson meringis seram kepada keempat Strad itu, “Terima kasih, Tuhan! Akhirnya aku diberi kesempatan untuk mengurusi taruna, sehingga aku bisa melumatnya hingga tinggal berupa kotoran manusia—sudah bosan hamba-Mu ini melatih pasukan-pasukan terlatih—tidak ada tantangannya!” ujarnya dengan suara lantang.
“Kemampuan kalian dalam bertempur secara beregu benar-benar lebih payah daripada taruna pemula! Dan Komandan kalian sudah sepakat denganku—kalau selama tiga bulan di Area-49 kalian berada di bawah kekuasaanku!” umum Sersan Pelatih Nelson.
Tim Strad memandangi Komandan Piccard yang memperhatikan Sersan Pelatih Nelson dari belakang, sang komandan dengan pelan membalas pandangan keempat anak buahnya, ia hanya tersenyum simpul dan mengangguk—sebagai tanda kalau ia memang menyerahkan semua kewenangannya kepada Sersan Pelatih Nelson.
“Ijin untuk bicara, Sersan!” pinta Komandan Piccard.
“Silahkan!” jawab Sersan Pelatih Nelson.
“Seperti yang kalian dengar. Selama kalian tiga bulan di Area-49, Sersan Pelatih Nelson adalah komandan kalian, dan berarti—kalian mempunyai kewajiban untuk mematuhi segala perintahnya, dan aku berharap tidak ada yang memiliki pemikiran untuk membangkang—apalagi melawan! Ini untuk kebaikan kita semua!” tambah Komandan Piccard.
“Aku tahu kalian adalah anak-anak didik para personel Grup 419, mereka adalah kumpulan prajurit-prajurit pilihan, patuh, dan setia pada negara dan rekan seperjuangan mereka. Kalian tentu tidak ingin mengecewakan orang tua angkat kalian, bukan?!” tanya Sersan Pelatih Nelson.
Tim Strad yang bersikap tertib terpaksa seketika tertegun ketika mendengar perkataan Sersan Pelatih Nelson—ia ternyata juga mengetahui tentang orang tua angkat mereka masing-masing, mereka pun saling berpandangan satu sama lain—nasib mereka berempat tidak jauh beda.
“Kalian tidak ingin mengecewakan orang tua angkat kalian, bukan?!” tanya Sersan Pelatih Nelson yang suaranya semakin lantang.
“Tidak, Pak!” jawab Tim Strad.
“Bohong!” jawab Sersan Pelatih Nelson garang.
“Pak, tidak, Pak!” jawab mereka mantap.
“Kalian dididik bukan jadi berandalan, tapi prajurit!”
“Pak, tidak, Sersan Pelatih, Pak!” jawab mereka lebih lantang dan mantap.
Sersan Pelatih Nelson tersenyum dan mengangguk puas ketika mendengar jawaban Tim Strad, “Bagus!” pujinya, “Tapi itu belum cukup! Kalian harus membuktikannya selama latihan di Area-49 ini—mengerti?!”
“Ya, Pak, Sersan Pelatih, Pak!”
“Kalau begitu—Mari, latihan yang paling buruk yang bakal kalian ingat selama hidup—dimulai!”
=== THE STRADS : EPISODE DELAPAN, SELESAI ===
Tidak ada komentar:
Posting Komentar